[HOAKS] - VAKSIN PCV MENINGKATKAN RISIKO PENULARAN PNEUMONIA DAN KEMATIAN
Kategori Hoaks: Konten/ Informasi Sesat (Misleading Content)
DISINFORMASI
Beredar postingan di Instagram berupa kutipan penelitian di Catalonia, Spanyol yang menyatakan bahwa vaksin pneumonia atau Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) tidak efektif. Selain itu, penelitian bertajuk “Real world effectiveness of anti pneumococcal vaccination against pneumonia in adults a population-based cohort study“ menyebutkan bahwa vaksin PCV dapat meningkatkan risiko penularan pneumonia dan kematian.
PENJELASAN
Berdasarkan hasil penelusuran Tim Jalahoaks diketahui bahwa klaim tersebut keliru. Dilansir dari tempo.co (18/11/2025), penelitian yang dikutip di Instagram menggunakan studi cohort retrospektif. Studi cohort retrospektif adalah jenis studi observasional di mana sekelompok individu yang memiliki karakteristik tertentu (kohort) diikuti selama periode waktu tertentu, dan hasilnya diukur pada satu atau lebih titik waktu.
Dosen Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Alergi-Imunologi Klinik Universitas Airlangga, dr Ari Baskoro, SpPD, K-AI, FINASIM, mengatakan studi kohort bukan metode terbaik untuk menilai efektivitas vaksin meski relatif sering digunakan. Sebab dengan metode cohort, subyek riset yang memiliki karakteristik serupa telah ditentukan sejak awal. Kelompok yang divaksinasi, dibandingkan dengan non-vaksinasi. Selanjutnya, diobservasi dari waktu ke waktu dan diukur luarannya (outcome), dibandingkan antara yang terpapar penyakit dan yang tetap sehat.
Dalam studi di Colonia, Spanyol tersebut, subyek yang dijadikan sampel penelitian semuanya berusia lebih dari 65 tahun yang memiliki risiko tinggi terpapar pneumonia. Selain itu, selisih antara jumlah subyek yang divaksin dan tidak divaksin sangat jauh. Dengan demikian, hasilnya bisa bias.
“Dalam istilah riset, cara seperti itu banyak biasnya. Studi Catalonia merupakan satu contoh hasil penelitian yang menyesatkan,” kata Ari Baskoro.
Namun sebenarnya, kata Ari, studi di Catalonia tidak menyimpulkan bahwa vaksinasi menyebabkan pneumonia. Hasil penelitian menyatakan individu yang berisiko tinggi terpapar pneumonia merupakan target vaksinasi.
Untuk menilai efektivitas vaksin, Ari menjelaskan standar emas adalah uji coba terkontrol acak atau randomized controlled trial (RCT) dan analisis meta (meta-analyses). Gabungan kedua metode itu menekan bias dan menghasilkan kesimpulan paling kuat.
Kunci utama RCT terletak pada randomisasi, di mana kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dipilih secara acak sehingga faktor perancu bisa diminimalkan. Perbandingan kedua kelompok dapat dilakukan secara seimbang. Kelebihan lain RCT adalah peneliti dapat mengontrol dosis, waktu, frekuensi, dan durasi intervensi. Upaya penyamaran atau blinding menekan bias karena subyek riset maupun peneliti tidak mengetahui perlakuan yang diterima. Itulah sebabnya RCT memiliki validitas internal tertinggi.
Sementara meta-analisis unggul dalam sintesis data kuantitatif, memberikan kekuatan statistik lebih presisi, dan menilai konsistensi antar subyek penelitian. Dengan demikian, meta-analisis mampu menyajikan ringkasan komprehensif dari semua bukti yang tidak bias.
“Metodologi ini penting dalam merumuskan pedoman klinis dan kebijakan kesehatan,” katanya.
KESIMPULAN
Postingan di Instagram terkait penelitian yang mengklaim vaksin PCV meningkatkan risiko penularan pneumonia dan kematian adalah tidak benar. Faktanya, postingan merujuk kepada hasil penelitian yang bias dan menyesatkan.
SUMBER FAKTA: https://www.tempo.co/cekfakta/menyesatkan-vaksin-pcv-meningkatkan-risiko-penularan-pneumonia-dan-kematian-2090685 https://journal.chestnet.org/article/S0012-3692(20)30464-5/fulltext