DAMPAK MISINFORMASI MEMPERBURUK PANDEMI
Share :Sudah lebih dari 2 tahun dunia terdampak pandemi, khususnya bagi Indonesia. Kita semua saling bahu-membahu guna meminimalisir dampak dari pandemi. Namun ada satu hal kecil yang justru bisa memperparah penanganan pandemi, yaitu misinformasi.
Kita mungkin tidak jarang menyaksikan banyaknya pihak yang menolak fakta adanya Covid-19 di Indonesia, terlebih hingga saat ini. Narasi besar seperti menganggap Covid-19 sebagai konspirasi nyatanya berdampak pada penolakan-penolakan lain oleh masyarakat dalam menyikapi pandemi.
Menolak menggunakan masker, tetap berkerumun, menolak vaksin Covid-19 hingga menantang otoritas menjadi bukti konkret tindakan keliru dari misinformasi yang bersebaran di masyarakat seputar Covid-19. Tidak hanya di Indonesia, fenomena tersebut berlaku di seluruh dunia. Bahkan di negara yang kita anggap lebih baik dari kita seperti Amerika Serikat dan Inggris pun mengalami fenomena demikian.
Dilansir dari The New York Times (10/04/2020), terjadi lebih dari 100 kasus perusakan menara seluler di Inggris pada awal tahun 2020 yang lalu. Selain itu dilansir dari Usa Today (17/07/2020) seorang veteran tentara Amerika Serikat meninggal karena Covid-19 setelah sebelumnya mengampanyekan gerakan menolak bermasker.
Satu kata yang menggambarkan penyebaran misinformasi di tengah pandemi Covid-19, yaitu menyesatkan dan berbahaya.
Jurnal The Impact of Misinformation on the Covid-19 Pandemic (2022) oleh Maria Caceres, Juan Sosa, dkk, mengungkapkan misinformasi yang tersebar selama pandemi Covid-19 mengarah pada semakin tingginya ketidakyakinan publik terhadap pandemi. Gelombang misinformasi yang begitu masif mendapat labelling dari Badan Kesehatan Dunia/ World Health Organization (WHO) sebagai Infodemic, yaitu fenomena banyaknya informasi yang menyesatkan dan tidak benar selama krisis kesehatan.
Menariknya, dalam jurnal yang sama dibuktikan bahwa media sosial menjadi kanal informasi yang paling banyak menyebarkan misinformasi. Asal-usul pandemi, cara penularan Covid-19, cara mencegah Covid-19, hingga efektivitas vaksin yang diragukan menjadi jenis misinformasi yang paling sering tersebar di media sosial.
Misinformasi akan diberlakukannya lock-down atau karantina pada awal pandemi berdampak pada panic buying. Akhirnya, bahan pokok menjadi langka, harga naik, dan menjalar menjadi kepanikan masal.
Kita tentu masih ingat sulitnya menemukan alat-alat kesehatan saat pandemi menimpa Indonesia pada awal Maret 2020 lalu. Masker, hand-sanitizer, tisu, dan ventilator menjadi barang-barang yang paling dicari. Hingga akhirnya oknum berhasil memanfaatkan situasi dan membuat harga barang-barang tersebut melonjak di pasaran.
Salah satu hulu dari berbagai fenomena tersebut adalah misinformasi, yang bisa mengarah pada tindakan nonkooperatif di masyarakat. Penimbunan alat kesehatan, sikap skeptis akan pandemi, hingga ketakutan yang berlebihan pada tenaga kesehatan adalah dampak lain dari tingginya penyebaran misinformasi di masyarakat.
Berbagai bukti empirik, hingga validasi dari sebuah penelitian telah mengungkap bahwa misinformasi benar-benar memperburuk penanganan pandemi. Bahkan berdampak pada semakin panjangnya perjalanan kita untuk terbebas dari pandemi.
Jika misinformasi membuat kita semakin lama untuk terbebas dari pandemi, hal berlawanan seperti menyaring informasi bisa semakin mempercepat kita untuk terbebas dari pandemi.
Langkah seperti memercayai ahli, mematuhi kebijakan penanganan pandemi, dan menerima informasi hanya dari media yang kredibel adalah kiat-kiat yang bisa dilakukan masyarakat agar segera terbebas dari pandemi.
Selain dari masyarakat, upaya konkret dari pemerintah juga turut memengaruhi. Mengimplementasikan kebijakan berbasis bukti, diseminasi informasi yang didukung data, hingga menggandeng para pakar serta media adalah cara ampuh untuk membasmi misinformasi pandemi.
Jangan biarkan misinformasi subur di Indonesia. Semakin kita memercayai misinformasi, semakin lama kita terbebas dari pandemi.
Mari biasakan terlebih dulu memfilter informasi. Bebaskan diri dari misinformasi, bebaskan Indonesia dari pandemi.
Penulis: Julian Savero Putra Soediro
Penyunting: Metha Silvia Ningrum dan Harry Sanjaya