PERINGATI HARI PAHLAWAN, DISKOMINFOTIK DKI JAKARTA DAN KEMENKOMINFO RI GELAR WEBINAR ANTI HOAKS, CIPTAKAN GENERASI PAHLAWAN ANTI HOAKS

Share :        
Jumat, 11 Nov 2022

Jakarta – Derasnya informasi di ranah digital mengharuskan kita untuk semakin selektif dalam menerimanya. Tidak semua informasi yang kita dapatkan adalah benar, atau lumrah disebut sebagai hoaks. Karenanya, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi DKI Jakarta bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar bertemakan “Semua Bisa Menjadi Pahlawan Anti Hoaks,” pada Kamis (10/11/2022).

Bertepatan dengan peringatan hari Pahlawan, webinar kali ini begitu relevan khususnya bagi insan digital bangsa untuk berjuang menciptakan ruang digital yang berisikan informasi berkualitas. Jika dahulu para pejuang bangsa bertumpah darah melawan penjajah, kini masyarakat bergotong-royong melawan kebohongan.

Webinar kali ini dihadiri lebih dari 500 peserta dan dipandu oleh Eva Nur Fatimah sebagi Moderator, serta menghadirkan empat narasumber yang merupakan praktisi literasi digital sebagai pemeriksa fakta hingga jurnalis profesional, yakni Bentang Febrylian dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), Wulan Fitria Ramadani dari Fact Checker UI, Helmi Fadhillah Dwi Putra dari Literasi Pemuda Indonesia, serta Dian Muhtadiah Hamna selaku Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar.

Plt. Kepala Dinas Kominfotik Provinsi DKI Jakarta, Raides Aryanto berharap masyarakat digital bisa terus menerapkan berbagai pengetahuan digital yang diperoleh dari webinar kali ini, khususnya untuk memberantas hoaks yang terus beredar.

“Mari bersama-sama mendorong kemampuan literasi digital Indonesia menjadi lebih baik ke depannya dan siap menghadapi berbagai tantangan digital di masa depan,” pungkas Raides dalam sambutannya.

Interaksi dalam dunia digital begitu masif, bahkan melebihi interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari secara langsung. Dalam berinteraksi, kesopanan atau tata krama tentu menjadi hal yang harus dikedepankan agar tidak menyinggung dan menyulut konflik. Begitu pun dengan dunia digital, dalam konsep literasi digital, pilar etika digital menjadi vital karena menyangkut tentang cara kita berinteraksi dengan sesama di dunia maya. Maraknya informasi palsu atau hoaks di ranah digital merupakan dampak dari rendahnya penerapan etika digital di masyarakat.

Bentang Febrylian menjelaskan bahwa beredarnya hoaks di dunia digital adalah fenomena yang mengkhawatirkan. Secara mendasar berita bohong atau hoaks bisa dibagi menjadi tiga jenis, yaitu Misinformasi, Disinformasi, dan Malinformasi. Ketiga jenis berita bohong tersebut memiliki motif dan tujuan yang berbeda.

Dengan memahami berbagai motif dari hoaks, kita akan lebih mudah untuk mengidentifikasi keaslian dari informasi atau berita yang kita dapatkan di media sosial maupun media massa.

Secara umum, ada beberapa ciri dari berita hoaks yang tersebar di dunia digital. Kelima ciri tersebut adalah: (i) Diawali dengan kata sugestif dan heboh, (ii) Tidak muncul di media mainstream, (iii) Mencatut nama tokoh atau institusi terkenal, (iv) Disertai dengan huruf kapital dan tanda seru, serta (v) Terdengar tidak masuk akal dan disertai penelitian palsu. Dengan mengenali kelima ciri berita hoaks tersebut, dapat membantu mengidentifikasi hoaks yang tersebar dalam bentuk tulisan atau informasi di media sosial dan media massa.

Narasumber selanjutnya, Wulan Fitria menekankan cara termudah untuk terhindar dari hoaks dan tidak menjadi pelaku penyebar hoaks adalah dengan menahan diri.

“Mulailah dari kita dahulu menjadi warganet yang bijak. Setiap membaca informasi sebaiknya dibaca hingga tuntas. Ditahan jempolnya dan jangan FOMO (Fear of Missing Out),” Ujar Wulan seputar cara agar tidak mudah terperangkap hoaks.

Ruang digital yang didominasi oleh generasi muda menjadi tempat yang sangat rentan dalam penyebaran hoaks. Karenanya, peran dari anak muda sangat besar sebagai agen pemberantas hoaks.

Helmi Fadhillah Dwi Putra dari Literasi Pemuda Indonesia selaku narasumber menekankan bahwa anak muda sebenarnya bisa menjadi pilar terdepan dalam memberantas hoaks. Melalui kreasi konten kreatif, anak muda mengambil peran untuk menyebarkan berbagai konten penangkal hoaks di media sosial.

Media sosial dan media massa merupakan corong utama media digital di Indonesia. Masifnya penyebaran informasi yang tidak disertai dengan filter kurasi media bisa menjadi bumerang tersendiri bagi media massa yang justru bisa terjerumus menyebarkan hoaks.

“Saya melihat ada degradasi jurnalisme, intisarinya adalah verifikasi informasi dan jangan melakukan manipulasi,” papar Dian Muhtadiah Hamna selaku narasumber menjelaskan latar belakang banyaknya hoaks yang beredar di media massa.

Lebih lanjut, Dian menjelaskan beberapa faktor penyebab terjerumusnya media massa yang semula adalah kanal informasi aktual dan faktual menjadi kanal informasi sesat. Faktor-faktor tersebut adalah: (i) Lemahnya jurnalisme, (ii) Tren tidak adanya reportase langsung, (iii) Daur ulang berita lama dengan narasi yang berbeda.

Karenanya, peran para jurnalis profesional begitu penting dalam mencegah masifnya peredaran hoaks. Kita patut bersyukur karena beberapa media daring nasional sudah tergabung dengan International Fact-Checking Network, yaitu asosiasi pemeriksa fakta internasional yang memberikan sertifikasi bagi beberapa media yang layak menjadi kanal pemberantas hoaks.

Dalam konteks legal, melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, profesionalisme dalam profesi jurnalis adalah aspek utama, khususnya dalam menegakkan kode etik dari profesi kewartawanan yang terbebas dari berita bohong dan manipulasi.

Hoaks adalah musuh kita bersama dan pemberantasan hoaks kini menjadi urgensi baru yang penting di dunia digital. Seluruh lapisan masyarakat harus terlibat untuk menjamin bersihnya ruang informasi digital nasional.

Kita semua dapat menjadi pahlawan anti hoaks. Literasi digital, khususnya aspek etika digital adalah pendoman bagi kita dalam menjalankan pemberantasan hoaks guna mewujudkan ruang digital yang bersih, bermartabat, dan terbebas dari manipulasi.

Artikel


Berita