HINDARI BAHAYA HOAKS DI MEDIA SOSIAL, DISKOMINFOTIK PROVINSI DKI JAKARTA GELAR WEBINAR JAKARTA SOLID KE-1 TAHUN 2023
Share :Berita yang berisi informasi salah atau yang biasa kita kenal dengan hoaks pada hakikatnya bukan merupakan hal yang baru. Selama peradaban manusia berlangsung, telah banyak orang yang jatuh menjadi korban rumor, cerita palsu, ataupun hoaks. Namun, kehadiran media sosial dapat membuat penyebaran menjadi jauh lebih cepat.
Pesatnya perkembangan media sosial, mengharuskan pengguna atau masyarakat secara umum memiliki kemampuan literasi digital agar terhindar dari dampak buruk media sosial. Oleh karena itu, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi DKI Jakarta menggelar rangkaian webinar Jakarta SOLID (Sadar Olah Literasi Digital) Tahun 2023.
Webinar Jakarta SOLID yang pertama diselenggarakan pada Rabu (15/03/2023), dengan tema “Waspada Isu Penyebaran Hoaks di Media Sosial.” Webinar diisi oleh dua pemateri yang sangat berpengalaman dalam bidang literasi serta pemeriksaan fakta, yakni Dedy Helsyanto selaku Founders/ Koordinator Umum Literasi Pemuda Indonesia yang membawakan materi tentang yang membawakan materi dengan topik “Bahaya Hoaks dan Cara Menangkalnya” dan Ismail Fahmi, Ph.D selaku Founders Drone Emprit yang membawakan materi dengan topik “Paham Pola Sebaran Hoaks di Media Sosial.”
Plt. Kepala Dinas Kominfotik DKI Jakarta, Yudhistira Nugraha, dalam sambutannya berharap kegiatan ini dapat menciptakan masyarakat digital Jakarta yang tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga mampu memanfaatkan teknologi. Dengan demikian, teknologi dapat memberikan added value dan memiliki dampak konkret kepada masyarakat Jakarta maupun Indonesia secara luas.
Pemanfaatan teknologi yang paling umum digunakan oleh masyarakat saat ini adalah media sosial. Di tahun 2022, jumlah pengguna media sosial aktif di Indonesia adalah 191,4 juta. Selain sarana untuk berkomunikasi, media sosial dapat dimanfaatkan untuk membagikan sekaligus mendapatkan berbagai informasi.
Sering kali, masyarakat menggunakan media sosial sebagai sarana untuk membagikan informasi seputar bisnis untuk dapat menjaring lebih banyak audiens. Namun, seperti yang telah disebutkan di awal, banyak potensi bahaya yang mungkin muncul walaupun media sosial dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan.
Salah satu hal yang berpotensi memiliki dampak bahaya bagi pengguna adalah penyebaran hoaks. Mudahnya pembuatan konten dengan bantuan berbagai aplikasi pendukung, membuat makin maraknya ragam konten yang ada di media sosial.
Algoritma mobokrasi membuat konten agresif yang memiliki banyak atensi akan disebarkan lebih luas lagi kepada lebih banyak pengguna. Kondisi ini ditambah dengan kurangnya filter dalam media sosial, membuat masyarakat lebih mudah menemukan konten hoaks.
“Ketika bicara tentang media sosial tanpa filtering, disana terdapat kerentanan penggunanya untuk terpapar hoaks. Persentasenya 30-60% pengguna rentan terpapar hoaks” ujar Dedy Helsyanto ketika menjelaskan materi mengenai bahaya hoaks dan cara menangkalnya.
Beliau menyampaikan bahwa ada beberapa kemungkinan alasan untuk menyebarkan hoaks. Berbagai alasan seperti provokasi, politik, ekonomi, karena kecemasan (seperti membagikan informasi hoaks mengenai Covid-19), untuk membuat sebuah tren, atau karena sekedar iseng belaka.
Alasan ekonomi serta politik menjadi dua alasan utama yang mempengaruhi penyebaran hoaks. Dedy juga menyampaikan, bahwa keuntungan yang bisa diterima oleh penyebar hoaks bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Media sosial Youtube merupakan ladang subur dari bisnis hoaks. Untuk mendapatkan keuntungan, pada umumnya pembuat hoaks akan membuat video berisi hoaks dengan judul sensasional, lalu video tersebut akan ditambahkan iklan atau yang biasa dikenal dengan adsense.
Untuk meraih keuntungan maksimal, penyebar hoaks pada umumnya akan membuat video berdurasi sekitar 10 menit, walaupun inti yang ingin disampaikan dalam video hanya berdurasi sekitar 5 menit.
“Kita adalah korban. Mereka yang diuntungkan, keuntungan ekonomi,” ucap Ismail Fahmi sebagai pembicara kedua.
Lalu, jika memang merugikan mengapa hingga saat ini masih banyak hoaks yang beredar? “Ketika ada masalah, orang di tempat ngopi, ibu belanja atau nunggu anak sekolah, ketika ngobrol tidak ingin tampak bodoh, ketika informasi benar belum datang, yang datang adalah teori konspirasi akan dibagikan agar terlihat seolah paham” ujar Ismail Fahmi.
Menurutnya, manusia akan berusaha untuk terlihat benar. Walaupun informasi yang dimiliki oleh seseorang belum diverifikasi atau bahkan merupakan hoaks, terdapat kecenderungan untuk seseorang tetap membagikan informasi tersebut. Dari sana, penyebaran hoaks akan semakin luas dan semakin berantai.
Hoaks akan membuat orang menjadi lebih curiga pada setiap informasi, walaupun informasi tersebut sebenarnya adalah fakta. Tak hanya itu, penyebaran hoaks juga dapat menyebabkan perpecahan, ketakutan, penurunan reputasi, bahkan korban jiwa.
Sebagai bentuk penanganan dari permasalahan ini, Dedy Helsyanto memberikan beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengurangi penyebaran hoaks. Dengan memperhatikan URL, memastikan judul dan isi berhubungan, memeriksa waktu (pada umumnya hoaks merupakan bentuk daur ulang informasi lama), meneliti sumber asli, memeriksa foto dan video yang disematkan, serta membandingkan dengan sumber lain.
Tentu saja masih banyak yang bisa kita lakukan guna mencegah penyebaran hoaks. Dengan mengingat-mengingat kembali dampak besar yang ditimbulkan dari hoaks, diharapkan kita tidak hanya berhenti menyebarkan hoaks, namun juga berani mengingatkan ketika mengetahui seseorang akan menyebarkan hoaks.
Satu hal yang harus selalu diingat: “Posting yang penting, bukan yang penting posting.”