HINDARI KABAR KIBUL, DISKOMINFOTIK PEMPROV DKI JAKARTA GELAR WEBINAR JAKARTA SOLID (SADAR OLAH LITERASI DIGITAL) KE-6
Share :Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi DKI Jakarta kembali menyelenggarakan rangkaian acara webinar Literasi Digital “Jakarta SOLID (Sadar Olah Literasi Digital) bersama JakWifi” yang ke-6 pada Rabu (13/09/2023), dengan tema “Paham Literasi Berita Agar Terhindar Dari Kabar Kibul" sebagai usaha untuk menekan banyak kasus penipuan atau misinformasi yang masih banyak beredar.
Perkembangan media digital, khususnya media sosial, turut diiringi dengan semakin cepatnya peredaran suatu kabar ke masyarakat. Akan tetapi, jika tidak disertai dengan kemampuan literasi yang baik maka dapat memberikan dampak buruk, bahkan merugikan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Arti literasi menurut Kemendikbud adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, di antaranya membaca, melihat, menyimak, menulis, dan berbicara.
Narasumber yang hadir pada webinar kali ini adalah praktisi di bidang yang berhubungan dengan pengelolaan berita. Narasumber pertama adalah Asnil Bambani yang merupakan Majelis Pertimbangan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, yang juga aktif sebagai editor di Kontan.
Asnil membuka materi dengan menjelaskan tentang bagaimana alur suatu berita diproses, hingga layak untuk ditayangkan dan dikonsumsi masyarakat. Terdapat lima pilar verifikasi yang bisa dilakukan ketika menerima suatu kabar atau informasi, yakni:
Selain itu, dijelaskan bahwa terdapat hak publik dalam pemberitaan, antara lain:
-
Hak Publik untuk Tahu, masyarakat berhak untuk mengetahui setiap kejadian di negara kita. Lewat jurnalisme, informasi tersebut harus disampaikan dengan baik;
-
Hak Jawab, publik juga berhak untuk memberikan tanggapan jika informasi yang beredar adalah informasi yang salah; dan
-
Hak Koreksi, merupakan hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Masyarakat diharapkan dapat berpikir secara kritis dalam menerima suatu kabar agar tidak terpapar berita hoaks.
“Kita harus mencari informasi dari sumber aslinya, jangan langsung percaya dengan screenshot.” ujar Asnil.
Selanjutnya, pembicara kedua yakni Purnama Ayu Rizky, seorang dosen yang juga bergiat sebagai Redaktur Pelaksana di media online Magdalene, membawakan materi mengenai bagaimana media juga bisa berperan dalam menyebarkan informasi yang salah. Untuk menyikapinya, masyarakat perlu memiliki sikap skeptis.
Ada enam poin yang menjadi highlight dalam bersikap skeptis, yaitu:
-
Jenis konten seperti apa yang kita temui baik di media sosial atau di media massa;
-
Apakah beritanya komplit?;
-
Siapa dan apa sumber yang digunakan untuk merangkai fakta tersebut, kenapa kita harus mempercayai mereka?;
-
Apa bukti yang disuguhkan oleh pemberi berita dan bagaimana mereka menguji atau membuktikan informasi itu;
-
Apa yang bisa menjadi penjelasan atau pemahaman alternatif?; dan
-
Apakah saya telah mempelajari apa yang perlu saya pelajari dari berita itu?
Masyarakat juga dapat berperan aktif sebagai produsen informasi, atau yang biasa disebut dengan jurnalisme warga. Praktik jurnalisme warga dipelopori oleh Radio Sonora saat kerusuhan tahun 1998. Kemudian tahun 2000, Radio Elshinta juga menginisiasi praktik jurnalisme warga dengan jumlah reporter hingga mencapai 100.000 orang. Sementara saat ini, terdapat jurnalisme warga yang dikelola media massa, di antaranya Kompasiana, Wideshot Metro TV, dan lain-lain.
Tentu saja, masih banyak yang bisa kita lakukan guna terhindar dari kabar kibul. Diharapkan dengan terselenggaranya webinar kali ini, masyarakat dapat berperan aktif dalam merespon dan semakin kritis dalam merespon suatu berita.
Jangan langsung percaya dan share!! Skeptik, Cek, dan Ricek.