KEMUDAHAN YANG MERUGIKAN DARI PINJAMAN ONLINE ILEGAL DAN PINJAMAN PRIBADI
Share :“Pinjam dulu seratus, nanti saya ganti”
Fenomena meminjam uang bukan hal baru yang terjadi dalam hubungan keluarga bahkan pertemanan. Belakangan candaan ini menjadi tren yang seolah menyindir teman atau keluarga yang kerap meminjam uang namun tak kunjung mengembalikannya.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat disuguhkan dengan kemudahan untuk meminjam uang. Salah satunya yakni Pinjaman Online atau dikenal dengan Pinjol. Proses peminjaman mulai dari pengisian formulir hingga verifikasi dilakukan secara online, sehingga lebih praktis dan cepat serta tidak memerlukan usaha banyak. Nasabah akan menerima pinjaman dana setelah proses pencairan atau persetujuan. Biasanya, masyarakat mengajukan pinjaman online untuk membuka usaha atau untuk dana darurat hingga memenuhi kebutuhan harian.
Aspek penting yang perlu diketahui sebelum mengajukan pinjaman online adalah memastikan bahwa aplikasi pinjaman online terdaftar di OJK agar tidak terjebak pinjol ilegal. Tidak jarang pinjol ilegal mencantumkan logo OJK padahal mereka tidak terdaftar dan berizin. Sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas segala kegiatan di pasar finansial, OJK berperan sebagai badan yang memastikan legalitas setiap perusahaan di pasar finansial. Untuk memastikan legalitas suatu aplikasi pinjaman online, kita bisa melihatnya melalui situs resmi OJK di www.ojk.go.id, pilih menu IKNB, kemudian pilih Fintech.
Sumber: OJK (diakses 11/10/2023)
Pinjaman online memang menawarkan banyak keuntungan, mulai dari proses pendanaan yang cepat, persyaratan yang mudah, bunga yang relatif rendah, hingga pengajuan yang dapat dilakukan secara online. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya potensi kerugian.
Pengelolaan keuangan yang buruk disertai dengan tingkat konsumtif yang tinggi bisa menjerumuskan kita ke dalam jeratan hutang pinjol. Apalagi, baru-baru ini muncul istilah pinjaman pribadi atau pinpri yang hangat diperbincangkan di media sosial. Pinpri dan Pinjol sejatinya sama-sama penyedia pinjaman berbasis online. Namun, praktik Pinpri dianggap lebih berbahaya. Pasalnya, data pribadi peminjam akan disebarkan di media sosial dalam beberapa kasus gagal bayar Pinpri.
Melansir laman akun X OJK @ojkindonesia, pinpri merupakan istilah untuk orang yang menawarkan jasa pinjaman dan biasanya penawarannya melalui media sosial. Syarat peminjaman relatif mudah yakni KTP, foto diri, serta akun media sosial calon peminjam. Pencairan dana juga terhitung cepat karena tidak lebih dari satu hari.
Sumber: X @ojkindonesia
Setidaknya ada lima bahaya meminjam dana dari Pinpri:
-
Pinpri tidak berizin dan tidak diawasi OJK;
-
Praktik Pinjaman Pribadi rawan penipuan karena adanya biaya yang harus dibayar di awal perjanjian;
-
Suku bunga yang ditetapkan terbilang tinggi. Besarannya antara 35 s/d 40 persen dari total pinjaman;
-
Jatuh tempo Pinpri tergolong singkat, biasanya 24 sampai 48 jam;
-
Apabila gagal bayar, data pribadi peminjam akan disebarkan di media sosial.
Pada hakikatnya, keputusan untuk meminjam dana merupakan hak masing-masing individu. Namun, masyarakat perlu mengantisipasi sejumlah dampak kerugian seperti penyebaran data pribadi, hingga teror yang dilakukan oleh penyedia dana ilegal ketika menagih nasabahnya.
Bila Terlanjur Terjerat Pinpri
Bila memang ada di antara Sobat Bang Jala sudah terlanjur terjerat pusaran pinpri, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Pertama, tindakan penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh pelaku penyedia pinpri sudah masuk ke dalam pelanggaran hukum. Sebab, menyebarluaskan data pribadi atau dokumen pribadi yang bersifat rahasia melanggar sejumlah pasal, yakni Pasal 95A Undang-Undang Administrasi Kependudukan, Pasal 67 Ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP), dan Pasal 32 Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tak hanya itu, penyebaran data pribadi tersebut juga berpotensi terjerat Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) perihal pencemaran nama baik. Sebab, penyebaran data pribadi di media sosial, biasanya disertai oleh narasi-narasi menjelekkan atau mencemarkan nama baik si peminjam pinpri.
Dari berbagai ketentuan itu, sudah jelas bahwa tindakan penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh penyedia pinpri dapat terjerat sanksi hukum karena melakukan penyebaran data pribadi secara ilegal.
Kedua, perjanjian utang piutang yang di dalamnya ada pasal penyebaran data pribadi ketika telat membayar, maka perjanjian itu sudah batal demi hukum. Hal itu dikarenakan pasal perjanjian tersebut bertentangan dan tidak sah di mata hukum.
Ketiga, ketika perjanjian utang piutang secara tertulis itu tidak sesuai dengan ketentuan hukum, maka perjanjian utang piutang itu sejatinya dianggap tidak ada. Oleh sebab itu, seandainya Sobat Jala tidak membayar utang dari pinpri dengan perjanjian yang memuat poin ancaman penyebaran data pribadi, maka utang piutangnya dapat dianggap tidak ada lantaran isi perjanjiannya sudah melanggar hukum.
Semoga pembahasan ini dapat membantu Sobat Bang Jala untuk bijak dalam mengelola keuangan dan tidak terjerat modus-modus pinjaman di ranah digital yang ilegal!