TIPU DAYA GPT CHAT

Share :        
Selasa, 16 Mei 2023

Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/ AI) adalah alat yang kuat dan dapat memberikan banyak manfaat, termasuk dalam bidang penulisan. Namun, penggunaan AI dalam menulis juga memiliki potensi bahaya, salah satunya adalah penyebaran hoaks.

 

Alat AI yang paling populer untuk digunakan adalah Generative Pre-trained Transformer (GPT) Chat, yakni model bahasa pemrograman yang dikembangkan oleh perusahaan bernama OpenAI. Alat ini berfungsi untuk membuat jawaban dari perintah yang diberikan pengguna. Sama seperti sistem machine learning lainnya, GPT Chat akan semakin berkembang dari waktu ke waktu dengan mempelajari permintaan serta umpan balik yang diberikan oleh pengguna. Hingga saat ini model bahasa pemrograman GPT Chat telah mencapai generasi keempat dan dapat digunakan oleh masyarakat umum melalui ChatGPT.

 

Seperti sistem machine learning pada umumnya, GPT Chat juga tidak lepas dari kelemahan. Contoh kelemahan dari GPT Chat adalah tidak adanya akses internet sehingga update data yang dimiliki bersifat terbatas. Keterbatasan tersebut terkadang akan menghasilkan jawaban yang tidak sesuai permintaan atau bahkan tidak masuk akal.

 

Sekalipun memiliki keterbatasan, GPT Chat tetap mampu memberikan jawaban yang baik atas berbagai permintaan. Ketika dites, GPT Chat generasi keempat bahkan mampu menyelesaikan beberapa tes kelulusan, salah satunya adalah ujian lisensi kedokteran Amerika Serikat.

 

Meski demikian, kehebatan GPT Chat tersebut tidak membuat alat AI tersebut menjadi sempurna. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, keterbatasan GPT Chat dapat menghasilkan jawaban yang mengandung hoaks untuk berbagai situasi, seperti sebagai berikut:

 

Sumber: ChatGPT

Alat AI lain yang menggunakan machine learning lain, Midjourney, sempat menggemparkan netizen di seluruh dunia. Seorang netizen memberi perintah pada alat AI tersebut untuk menghasilkan gambar Paus Paulus yang menggunakan pakaian yang 'gaul'. Banyak yang mempercayai bahwa Paus Paulus sedang menggunakan pakaian tersebut.

Sumber: Midjourney

Tentu saja hal seperti ini juga dapat terjadi pada model bahasa pemrograman lain yang menggunakan machine learning seperti GPT Chat. Namun, penyebaran hoaks dapat dicegah dengan menggunakan beberapa metode.

 

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah prebunking, yang merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi kemungkinan munculnya informasi palsu atau hoaks dengan mengajarkan keterampilan kritis dalam menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diterima. Metode ini juga dapat diterapkan dalam penulisan akademik, termasuk dalam penulisan skripsi mahasiswa.

 

Dalam konteks skripsi mahasiswa, prebunking dapat dilakukan dengan melakukan penelitian awal sebelum memulai skripsi. Penelitian awal ini akan membantu mahasiswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang topik yang akan dibahas dan sumber-sumber informasi yang dapat diandalkan. Dalam penelitian tersebut, mahasiswa juga dapat mengembangkan keterampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi keandalan sumber informasi.

 

Selain prebunking, debunking juga merupakan metode yang efektif dalam mencegah penyebaran hoaks. Debunking adalah teknik yang digunakan untuk mengungkap informasi palsu atau hoaks dan memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang terjadi.


Ketika menyusun skripsi, debunking dapat dilakukan dengan melakukan peninjauan ulang terhadap sumber-sumber informasi yang digunakan. Jika terdapat informasi yang diragukan, mahasiswa dapat memverifikasi informasi tersebut dengan mencari sumber informasi alternatif atau berkonsultasi dengan dosen pembimbing. Dengan melakukan langkah-langkah ini, mahasiswa dapat mencegah penyebaran hoaks dan memastikan keandalan informasi yang digunakan dalam penulisan skripsi.

 

To be fair, saat ini juga tersedia alat-alat AI yang dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk identifikasi hoaks. Salah satu contoh alat AI yang dapat mengidentifikasi hoaks adalah algoritme AI yang dikembangkan oleh peneliti di MIT pada platform media sosial. Algoritme ini dapat mengidentifikasi hoaks dengan tingkat akurasi yang tinggi dan mengurangi risiko penyebaran hoaks.

 

Namun, penggunaan AI dalam mencegah penyebaran hoaks juga memiliki keterbatasan. AI dapat salah mengidentifikasi informasi sebagai hoaks dan dapat mempengaruhi kebebasan berekspresi. Oleh karena itu, evaluasi dari manusia dibutuhkan ketika menggunakan AI dalam mengidentifikasi informasi palsu.

 

 

Kesimpulannya, penggunaan alat bantu AI dalam menulis memiliki potensi bahaya seperti penyebaran hoaks, terutama dalam bidang jurnalisme dan akademik. Namun, kita dapat mengurangi jumlah penyebaran hoaks dengan menggunakan metode prebunking dan debunking ketika mendapat informasi dari GPT Chat atau alat AI lainnya. Kita juga bisa menggunakan alat bantu AI yang ditujukan untuk mengindentifikasi hoaks, namun tetap dengan pengawasan dari manusia.

 

Walaupun tidak memilki tujuan khusus seperti jurnalisme atau akademik, sobat juga bisa melakukan prebunking dan debunking ketika ingin menambah informasi menggunakan GPT Chat. Usaha tersebut tentu akan membantu mengurangi hoaks, termasuk penyebaran hoaks oleh GPT Chat atau alat bantu AI lainnya.