WASPADA PLAGIASI DAN PENGGUNAAN HASIL KARYA TANPA IZIN DENGAN AI
Share :
Seni visual berupa foto, gambar, atau mungkin ilustrasi adalah hal yang sangat esensial untuk mengekspresikan diri atau bahkan membangun identitas dari karya seni yang dihasilkan. Perkembangan teknologi yang pesat membuat masuknya teknologi kecerdasan artifisial atau yang biasa dikenal dengan AI (Artificial Intellegence) dalam seni visual juga tidak terhindarkan.
Saat ini, untuk membuat sebuah gambar, kita bisa menggunakan program AI penghasil gambar. Kita hanya perlu memasukkan kata kunci yang kita inginkan, tekan upload dan ketika proses selesai, hasil gambar akan muncul secara instan. Keindahan serta kerapihan yang dihasilkan, membuat gambar yang dihasilkan oleh AI dapat diperhitungkan.
Saat ini, program yang bisa digunakan untuk menghasilkan gambar seperti ilustrasi adalah Dall-e, Lensa AI, Canvas AI, dsb. Penggunaan program AI yang bisa menghasilkan gambar, populer dalam masyarakat setelah tahun 2014 dikembangkan program yang bernama Generative Advisarial Networks (GANs).
AI tersebut bekerja dengan menggunakan dua jaringan. Jaringan pertama adalah untuk mengerti tugas yang diberikan dari kata kunci yang diberikan oleh pengguna lalu menghasilkan gambar yang sesuai (generator), jaringan kedua adalah untuk menguji dan mempertimbangkan apakah hasil yang diberikan mendekati ‘gambar asli’ yang diinginkan oleh pengguna (discriminator).
Jika gambar yang dihasilkan tidak sesuai, maka generator akan ‘dihukum’ dan mengulang proses hingga berhasil. Begitupun juga dengan discriminator, apabila gambar berhasil lolos tapi hasil tidak mendekati ‘gambar nyata’ maka discriminator juga akan dihukum dan mengulang proses hingga menjadi lebih baik. Dari situ AI akan berlatih untuk menghasilkan gambar yang lebih baik.
Mudahnya penggunaan program AI dengan segala proses yang kompleks dibaliknya, membuat masyarakat terdorong untuk mencoba atau bahkan berlangganan menggunakannya. Namun, muncul masalah baru dari metode kerja AI penghasil gambar ini. Agar generator bisa menghasilkan gambar yang sesuai dengan keinginan pengguna, AI membutuhkan banyak sumber referensi gambar sebagai data untuk diolah menjadi gambar yang diinginkan oleh pengguna.
Sumber gambar tersebut bisa didapat dari berbagai tempat. Karena, semakin banyak data yang dapat diolah oleh AI, maka semakin baik hasil akhir yang diberikan oleh AI. Kebutuhan ini memunculkan kekhawatiran di antara seniman yang menggunakan internet.
Salah satu website yang mengumpulkan hasil karya pengguna internet baik berupa ilustrasi ataupun foto, deviantart.com, membuat kampanye untuk melakukan protes terhadap program AI penghasil gambar pada Desember 2022. Di Indonesia sendiri, terdapat sekitar 1,3 juta pengguna di Deviantart.com.
Kekhawatiran tersebut menjadi semakin tinggi setelah perusahaan teknologi besar seperti Adobe, mengeluarkan update kebijakan yang menyebutkan bahwa pengguna Adobe Creative Cloud (ACC) yang menyimpan karya seninya di sana, secara otomatis memberikan izin untuk menggunakan gambar-gambar tersebut sebagai sumber data yang bisa dipelajari oleh program AI.
Namun, karena adanya regulasi perlindungan data internasional, serta perlindungan data Uni Eropa, membuat Adobe memberikan opsi untuk menolak izin penggunaan gambar. Yang perlu diketahui oleh pengguna adalah, ketika pengguna menggunakan ACC, secara otomatis pengguna memberikan izin. Jadi, perlu dimatikan terlebih dahulu opsi untuk memberikan izin sebelum menggunakan ACC.
Di Indonesia sendiri, terdapat regulasi yang mengatur masalah ini. Berdasarkan UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, karya fotografi atau ilustrasi yang dihasilkan oleh seseorang adalah suatu ciptaan yang dillindungi karena karya tersebut merupakan hasil dari dasar kemampuan atau keahlian seseorang.
Jadi, apabila ditemukan bukti seseorang atau perusahaan menggunakan hasil karya kita tanpa izin, kita dapat memberikan tuntutan atas dasar pelanggaran hak cipta atas karya fotografi atau ilustrasi. Namun, seperti pepatah mengatakan, lebih baik mencegah daripada mengobati. Maka kali ini, Jalahoaks akan memberikan beberapa tips untuk menghindari pencurian hasil karya seni yang menjadi kekhawatiran masyarakat:
1. Selalu berikan tanda/ watermark di setiap karya seni
Memberikan tanda. Selain ditujukan untuk membangun identitas seni yang kita miliki, tanda tersebut juga bisa memberikan nilai estetik tambahan dalam karya seni. Walaupun kecil, tanda yang kita berikan tersebut mengurangi kemungkinan hasil karya kita digunakan tanpa izin.
2. Baca ketentuan atau regulasi platform yang digunakan
Banyaknya platform yang dapat digunakan masyarakat untuk menyimpan, membagikan, hingga menjual hasil karya, membuat kita harus bisa lebih teliti untuk memilih platform yang akan digunakan. Terdapat beberapa website yang memiliki regulasi untuk penggunaan data yang ada di platform-nya sebagai data latihan program AI, seperti Adobe Creative Cloud yang disebutkan di atas. Jadi, pilih platform kamu sesuai dengan kebutuhan kamu dengan baik ya!
3. Opt-out/ jangan berikan izin penggunaan data pribadi kita untuk kepentingan lain
Seperti yang terjadi dalam kasus website Adobe di atas, apabila kita ingin menggunakan platform dengan regulasi yang tidak kita inginkan, jangan lupa untuk jangan berikan izin sehingga data kita tidak akan disalahgunakan.
4. Dokumentasikan proses pembuatan karya
Ambilah gambar atau video dalam proses pembuatan sebagai bukti bahwa kamu yang membuat karya. Selain itu, proses pembuatan juga dapat menjadi cara untuk memasarkan karya kamu. Apabila dibuat secara digital, selalu simpan berkas pembuatan digital seperti .psd, .ai, atau yang lainnya ke dalam arsip.
Seniman atau non-seniman yang membagikan karyanya di Internet, rentan menjadi korban pencurian atau plagiasi karya. Karenanya, kesadaran akan keamanan dunia digital atau digital safety harus ditingkatkan seiringan dengan perkembangan internet. Berbagai cara di atas bisa menjadi cara alternatif pencegahan, yang dimulai dari diri sendiri.
Tingkatkan kewaspadaan digital. Selalu ingat untuk melakukan dokumentasi pribadi sebelum membagikan karya yang kita buat ke internet.
Penulis: Rizaldy Febrian Azwar
Penyunting: Metha Silvia Ningrum dan Harry Sanjaya