MEDIA SOSIAL: JADI ALAT ATAU JADI GAWAT

Share :        
Jumat, 10 Mar 2023

Warga digital yang berkumpul di ruang virtual sudah menjadi keseharian bagi masyarakat saat ini. Baik untuk mengisi waktu ketika sedang duduk di transportasi umum hingga melakukan koordinasi untuk berbagai kebutuhan. Media sosial sudah menjadi suatu bagian tak terpisahkan bagi banyak orang.

 

Media sosial telah banyak membantu kehidupan dari berbagai aspek. Mulai dari kebutuhan sosial, kebutuhan finansial, kebutuhan pokok, dan yang lainnya. Namun, bebas dan terbukanya media sosial dalam menerima dan mengirim informasi, tetap ada bahaya yang mengintai selain dari berbagai keuntungan yang bisa diterima.

 

Penyebaran informasi yang salah dapat berdampak fatal bagi masyarakat. Ujaran kebencian, bullying (perundungan), penipuan, hingga kekerasan dapat terjadi karena tersebarnya informasi salah atau disinformasi yang tidak diverifikasi kebenarannya. Penyebaran disinformasi juga dapat menimbulkan polarisasi ekstrim dan menimbulkan konsekuensi negatif bagi masyarakat.

 

Salah satu contoh, hingga saat ini masih aktif berbagai penyebaran disinformasi mengenai Covid-19. Ketidakpastian yang muncul karena Covid-19 merupakan virus yang relatif baru, ditambah dengan penggunaan media sosial yang meningkat di era lockdown, turut memengaruhi jumlah vaksinasi dalam masyarakat. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2022 menyebutkan, sebanyak 51,7% masyarakat masih belum yakin terhadap vaksin.

 

Berdasarkan artikel World Bank mengenai alasan utama keraguan terhadap vaksin di negara berkembang pada 14 November 2022, salah satu alasan utama keraguan tersebut adalah karena ketakutan terhadap efek samping vaksin Covid-19. Salah satu disinformasi mengenai efek samping vaksin Covid-19 adalah menyebabkan wanita tidak subur, namun telah dibuktikan bahwa klaim tersebut adalah salah.

 

Sedangkan di awal tahun ini, disinformasi yang sempat ramai dibahas masyarakat adalah isu mengenai penculikan. Namun setelah diverifikasi oleh Jalahoaks, banyak informasi mengenai penculikan tersebut merupakan disinformasi. Salah satunya adalah penculikan anak TK di dalam ruang kelas. Selain itu, di musim hujan saat ini, disinformasi mengenai bencana alam yang terjadi disebabkan oleh hujan juga beredar. Salah satu contohnya adalah, banjir pada 23 Januari 2023 hancurkan wilayah Jakarta

 

Bahaya dari disinformasi tidak bisa kita anggap remeh. Pada tahun 2021, banyaknya disinformasi mengenai bencana banjir membuat kepanikan dalam masyarakat, hingga membuat Wakil Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Ahmad Riza Patria memberikan peringatan kepada warga untuk tidak menyebarkan hoaks dalam masyarakat agar tidak menimbulkan lebih banyak masalah.

 

Tidak berhenti disana, nyawa juga bisa menjadi taruhan karena penyebaran disinformasi. Pada pertengahan Februari 2023, di Cangkol, Cirebon, Jawa Barat, warga menghakimi seorang pria yang diduga sebagai penculik anak hingga hampir meninggal dunia. Pada tanggal 24 Januari, sekumpulan warga membakar seorang wanita yang diduga sebagai penculik anak di Sorong Manoi, Papua Barat Daya hingga meninggal. Ironisnua, belakangan diketahui bahwa kedua dugaan tersebut ternyata salah. Masih terdapat beberapa kasus serupa, namun yang perlu diingat adalah kejadian di atas disebabkan karena penyebaran disinformasi.

 

Untuk mengurangi dampak disinformasi, Polisi turut berperan aktif dalam penanganan penyebaran disinformasi di media sosial. Enam orang ditangkap karena menyebarkan disinformasi setelah terjadi bencana di Sulawesi Tengah dan Sumba adalah salah satu contohnya. Informasi tersebut diubah menjadi alarm bahaya di pulau Jawa, terutama di Jakarta sehingga berpotensi menimbulkan kepanikan di masyarakat.

 

Beredarnya disinformasi dapat disebabkan oleh banyak hal. Seperti yang telah dibahas di artikel sebelumnya, digital divide atau kesenjangan digital membuat masyarakat yang memiliki kemampuan literasi digital yang kurang, cenderung tidak melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterima. Tentu saja hal ini akan berkontribusi terhadap penyebaran disinformasi dalam masyarakat.

 

Jadi, kali ini Bang Jala akan memberi tips untuk menghindari permasalahan ini: 

  1. Cek sumber: Menerima informasi dari sumber yang kredibel adalah salah satu hal yang penting. Kredibilitas media didapatkan karena media tersebut bertanggung jawab atas informasi yang diberikan pada masyarakat. 

  2. Verifikasi informasi: Jika merasa sumber yang memberikan informasi kurang kredibel, lakukan verifikasi dengan mencari sumber lain yang memberikan informasi yang sama. Dua atau lebih sumber memberikan informasi yang sama akan meningkatkan kredibilitas informasi tersebut.

  3. Gunakan pemikiran kritis: Tanyakan pada diri sendiri apakah informasi yang diterima masuk akal? Apakah ada hal yang mencurigakan dimuat dalam informasi tersebut? Mengevaluasi informasi sebelum memercayai adalah langkah yang tepat untuk mengurangi penyebaran disinformasi.

  4. Gunakan alat pemeriksa fakta: Banyak organisasi pemeriksa fakta yang dapat melakukan verifikasi terhadap informasi yang meragukan, salah satunya adalah Jalahoaks. Apabila informasi yang diterima berbentuk visual, pencarian melalui gambar dari Google atau Yandex dapat dimanfaatkan dengan menekan tombol lensa lalu unggah gambar yang ingin kita cari.

  5. Hati-hati terhadap bias: Yakin terhadap suatu hal adalah hal yang lumrah, namun kita tidak boleh memercayai suatu disinformasi hanya karena hal tersebut sesuai atau bahkan mendukung hal yang kita percayai apabila itu salah.

  6. Jadilah penyebar informasi yang bertanggung jawab: Sebelum kita membagikan informasi yang baru diterima, ada baiknya untuk melakukan verifikasi agar tidak menjadi penyumbang dalam penyebarluasan disinformasi.

 

Tips menghindari penyebaran hoaks

 

Penggunaan media sosial yang tepat dengan menyebarkan informasi yang bertanggung jawab, dapat membantu banyak hal. Salah satunya, dalam penanganan bencana alam, penjaringan informasi bisa menjadi lebih cepat dengan bantuan media sosial. 

 

Dalam mitigasi Covid-19, penggunaan media sosial berkontribusi untuk mempercepat penanganan dengan beredarnya informasi seperti rumah sakit yang kosong atau informasi mengenai lokasi vaksinasi terdekat yang terbuka. Tentu saja dampak positif tersebut akan muncul apabila kita semua memberikan kontribusi untuk membuat ruang digital kita aman dan nyaman.

Artikel


Berita